Tahun Ini Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,9 Persen
- Kamis, 29 Agustus 2013 | 07:33 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kombinasi persoalan
fundamental ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global menyebabkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2013 hanya 5,9 persen, turun dari target 6,3 persen.
Inflasi diperkirakan melambung 9,2 persen, jauh di atas target pemerintah dan
Bank Indonesia.
Koreksi pertumbuhan ekonomi dari 6,3 persen menjadi 5,9 persen untuk tahun 2013 tersebut disampaikan Menteri Keuangan M Chatib Basri saat rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) di Jakarta, Rabu (28/8/2013). Rapat membahas pokok-pokok kebijakan fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2014.
Koreksi pertumbuhan ekonomi dari 6,3 persen menjadi 5,9 persen untuk tahun 2013 tersebut disampaikan Menteri Keuangan M Chatib Basri saat rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) di Jakarta, Rabu (28/8/2013). Rapat membahas pokok-pokok kebijakan fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2014.
Hadir dalam rapat kerja tersebut,
antara lain Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo serta Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana. Ketua Banggar DPR
Ahmadi Noor Supit memimpin rapat selama dua jam tersebut.
Agus DW Martowardojo dalam sejumlah
kesempatan menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 berkisar
5,8 persen hingga 6,2 persen. Namun, trennya mengarah pada batas bawah.
Menurut Chatib, koreksi pertumbuhan
ekonomi terutama disebabkan melambatnya pertumbuhan pembentukan modal tetap
bruto (PMTB) atau investasi. Dari yang awalnya ditargetkan 6,9 persen,
pertumbuhan investasi mengarah ke 5,3 persen. Dengan demikian, proyeksi
sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) pun turun dari 1,7 persen
menjadi 1,35 persen.
Faktor berikutnya adalah ekspor,
yang juga tumbuh melambat. Dari target awal 6,6 persen, pertumbuhan ekspor
diproyeksikan mengarah ke 4,8 persen. Akibatnya, sumbangannya terhadap PDB
turun dari 3,2 persen menjadi 2,3 persen. Sementara pertumbuhan impor yang
awalnya diperkirakan 6,1 persen diperkirakan mengarah ke 1,8 persen.
Adapun konsumsi pemerintah awalnya
ditargetkan tumbuh 6,7 persen. Namun, belakangan proyeksinya mengarah menjadi
3,4 persen. Sementara untuk konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama
pertumbuhan ekonomi, proyeksi pertumbuhannya naik sedikit menjadi 5,1 persen
dari target 5 persen. Sumbangannya terhadap PDB tetap, yakni 2,8 persen.
”PMTB lebih rendah dari perkiraan
kita karena ekspor sektornya melemah, investasinya somehow juga akan
melemah,” kata Chatib.
Pelambatan itu tampak pada kondisi
mutakhir. Arus modal pada Agustus sampai dengan 23 Agustus tercatat Rp 4,38
triliun dan asing keluar dari saham. Sementara arus modal asing masuk ke Surat
Utang Negara Rp 1,73 triliun.
Di sisi perdagangan internasional,
ekspor pada semester I-2013 turun 6 persen menjadi 90 miliar dollar AS,
sedangkan impor turun 2,16 persen menjadi 94,36 persen. Dengan demikian, terjadi defisit senilai 3,31 miliar dollar AS.
Terkait dengan belanja pemerintah.
Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Kuntoro
Mangkusubroto di Yogyakarta, Senin lalu, mengatakan, rata-rata realisasi
belanja untuk 86 kementerian, lembaga, dan lembaga negara pada semester pertama
adalah 26,81 persen. Capaian ini lebih rendah dari capaian pada semester
I-2012, yaitu 31,52 persen.
Inflasi melonjak
Pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2013 melambung hingga 9,2 persen. Padahal, targetnya 7,2 persen.
Pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2013 melambung hingga 9,2 persen. Padahal, targetnya 7,2 persen.
”Apabila laju inflasi Agustus 2013
sebesar 1,27 persen serta tren inflasi mengikuti pola pergerakan historis
rerata 5 tahun sebelumnya dan potensi tekanan lainnya, laju inflasi tahun 2013
diperkirakan 9,2 persen,” kata Chatib.
Sementara itu, pembelian kembali
saham (buy back) yang dicanangkan pemerintah bagi badan usaha milik
negara (BUMN) membuat harga saham menguat. Indeks Harga Saham Gabungan, Rabu
(28/8/2013), ditutup naik 58,63 poin (1,48 persen) ke level 4.026,48.
Pemain di pasar mengakui, berita
pembelian kembali oleh emiten dan prediksi tingkat suku bunga acuan atau BI
Rate akan naik membuat indeks saham berhasil berbalik arah dari terpuruk hingga
3 persen pada sesi pertama perdagangan.
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Nurhaida, mengungkapkan, ada tiga emiten BUMN yang siap melakukan
pembelian kembali sahamnya. Namun, dia tidak dapat menyebutkan nama tiga emiten
itu.
”Belum dapat kami ungkapkan kepada
publik karena baru disampaikan laporan keterbukaan informasinya hari ini
(kemarin),” katanya.
OJK pada Selasa (27/8) mengeluarkan
aturan tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau
perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Aturan itu memperbolehkan emiten untuk melakukan pembelian kembali tanpa rapat
umum pemegang saham.
Nurhaida menyebut kondisi selama
tiga bulan terakhir, yaitu penurunan IHSG mencapai 23,9 persen, sebagai kondisi
khusus. Hal tersebut juga dengan pertimbangan tekanan global dan domestik masih
berlanjut dianggap menjadi kondisi lain yang memperbolehkan pembelian kembali.
Dari info yang berkembang di pasar,
tiga emiten yang dimaksud Nurhaida adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT
Semen Indonesia Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk. Namun, saat dikonfirmasi,
Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengaku bahwa pihaknya
belum melaporkan rencana tersebut ke otoritas.
Sementara rupiah diproyeksikan di
atas asumsi pemerintah. Dalam APBN-P 2013, rupiah diasumsikan Rp 9.600 per
dollar AS. Pada RAPBN-P 2014, proyeksinya adalah Rp 9.750. Hari Rabu, kurs
tengah BI sudah mencapai Rp 10.950, melemah dari posisi sebelumnya Rp 10.883
per dollar AS.
Proyeksi terakhir pemerintah adalah
nilai rupiah pada tahun 2013 adalah Rp 10.200 per dollar AS dan pada tahun 2014
adalah sebesar Rp 10.000-Rp 10.500 per dollar AS. (las/cas/ben/idr)
Sumber : KOMPAS
CETAK
Editor : Erlangga Djumena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar